Ulasfakta – Badan Usaha Pelabuhan (BUP) Kepri menargetkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp1,5 miliar pada tahun 2025. Target ambisius itu disampaikan langsung oleh Kepala BUP Kepri, Awaluddin, dalam acara U Talk pada Rabu (11/6).

Namun, pernyataan tersebut memunculkan tanda tanya besar, mengingat tidak ada target PAD sama sekali yang ditetapkan untuk tahun sebelumnya.

“Tahun lalu kita tidak ditargetkan jumlah PAD, karena waktu itu ada masalah. Yang ditargetkan sebenarnya labuh jangkar, cuma karena aturan belum sinkron antara pusat dan daerah, jadi ditargetkan nol,” ujar Awaluddin.

Meski begitu, ia menyatakan tetap optimis pada potensi besar dari sektor labuh jangkar, khususnya di kawasan strategis Pulau Nipah.

Dalam pernyataan acara U Talk sebelumnya kepada tim redaksi, Awaluddin pernah menyebut bahwa satu kapal yang berlabuh bisa menghasilkan Rp400 juta.

Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, BUP Kepri hanya mencatatkan pendapatan Rp218.523 juta dari sektor labuh jangkar.

Hal ini menimbulkan pertanyaan kritis, Apakah sepanjang 2024 tidak sampai satu kapal yang berhasil ditarik retribusinya? Atau ada lebih banyak kapal, namun tidak seluruhnya tercatat secara transparan?

Selama ini, sektor labuh jangkar disebut-sebut sebagai “tambang emas” pemasukan daerah. Tapi laporan realisasi yang minim dan tidak sinkron dengan potensi yang diungkapkan justru menimbulkan kecurigaan, Ke mana sisanya? Apakah ada kebocoran atau sekadar ketidaktertiban pencatatan?

Kritik terhadap kinerja BUMD, termasuk BUP Kepri, juga datang dari kalangan legislatif. Sekretaris Komisi II DPRD Kepri, Wahyu Wahyudin, menyatakan akan segera memanggil tiga BUMD untuk membuka neraca keuangan mereka.

“Komisi II DPRD Kepri sepakat akan memanggil 3 BUMD, meminta neraca/laba. Target mereka berapa, dan berapa dividen yang akan diberikan tahun ini dan tahun depan, karena tahun kemarin tidak ada sama sekali,” tegas Wahyu pada Kamis (5/6).

Ketiadaan target dan dividen pada 2024, disusul target drastis di 2025, justru memperkuat dugaan adanya anomali dalam pengelolaan potensi ekonomi daerah.

Sementara puluhan kapal lalu lalang di perairan Kepri, setoran ke kas daerah justru minim dan tidak mencerminkan potensi aktualnya.

Publik berhak tahu:

Berapa kapal sebenarnya yang berlabuh?

Berapa potensi retribusi aktual yang masuk?

Siapa yang mengawasi dan menjamin akuntabilitasnya?

Transparansi dan pengawasan yang kuat menjadi tuntutan mutlak, jika target Rp1,5 miliar tahun depan ingin dicapai dengan cara yang jujur dan berpihak pada kepentingan daerah, bukan hanya narasi optimis tanpa data riil.

Redaksi akan terus menelusuri dan mengonfirmasi data yang ada. Publik Kepri berhak mendapatkan jawaban yang faktual, bukan sekadar janji optimis tanpa bukti nyata.