Ulasfakta — Tragedi kecelakaan kerja di kawasan industri PT ASL kembali mengguncang dunia ketenagakerjaan di Batam. Pada Rabu (15/10/2025), tercatat 31 pekerja menjadi korban, dengan 10 orang meninggal dunia, belasan luka berat dan kritis, serta beberapa lainnya mengalami luka ringan.

Ironisnya, hingga berita ini diturunkan, pihak manajemen PT ASL belum memberikan keterangan resmi mengenai kronologi kejadian. Sumber terpercaya hanya menyebut masih fokus melakukan penanganan medis dan pendataan korban.

“Kronologi kejadian belum ada dari PT ASL karena masih fokus ke korban dan akan segera melaporkan secara resmi,” ujar sumber terpercaya saat dikonfirmasi Ulasfakta.

Deretan Korban dan Sebaran Rumah Sakit

Berdasarkan data lapangan yang dihimpun Ulasfakta dari berbagai sumber medis dan relawan, total korban 31 orang tersebar di empat rumah sakit berbeda.

Berikut rinciannya:

1. RS Elisabeth Batu Aji

Total 7 orang — 4 meninggal dunia dan 3 kritis.

Korban meninggal:

• Chandra Pasaribu (36)

• Krisman Simatupang (51)

• Ramadhani Risky Nasution (19)

• Habibulloh Siregar

Korban kritis:

• Fikri Krisnawan (23)

• Thomas Alfa (41)

• Mijrebel Siregar

2. RS Embung Fatimah

Total 2 orang, keduanya meninggal dunia:

• Anton (48)

• Frenki Protes Pane (41)

3. RS Aini

Total 15 korban dengan kondisi beragam.

Korban meninggal:

• Andi Haryono

• Idris Sardi

• Dhimas Saputra

• Maradong Tampubolon

Korban luka ringan:

• Ahmad Rifai

• Jefri Agusto P

• Putra Alan Sarisetiawan

• Jimi Ramadhani

• Sanggam L. Tobing

Korban luka berat/kritis:

• Idaya Putra

• Arrafi Husen

• Roni Andreas Harefa (anggota Wilayah 5)

• Imam

• Midun Siburian

• Edison Baktiar Napitupulu

4. RS Graha Hermin

Total 7 korban.

Luka berat:

• Dedi Supardi Rajagukguk (31)

• Krisna Ramadhan (24)

• Alvito Dinova (25)

• Abd. Munir (28)

• Dhani Darusman (41)

• Sodikin (23)

Luka ringan:

• Ceni Sihombing (22)

Dugaan Kelalaian dan Minimnya Keselamatan Kerja

Sejumlah saksi mata yang berhasil ditemui di lokasi menyebutkan bahwa insiden terjadi secara tiba-tiba di area proyek milik PT ASL. Beberapa pekerja mengaku mendengar suara ledakan keras disertai runtuhan material, disusul kepanikan dan jeritan minta tolong.

Hingga kini, belum ada kejelasan apakah kecelakaan tersebut disebabkan oleh ledakan mesin, runtuhnya struktur, atau kelalaian prosedur keselamatan kerja (K3).

Salah satu pekerja yang selamat mengatakan bahwa alat pelindung diri (APD) yang digunakan sebagian pekerja tidak lengkap, sementara pengawasan di lapangan disebut minim pada saat kejadian.

Pemerintah Diminta Turun Tangan

Tragedi ini memunculkan desakan publik agar Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam dan BP Batam segera melakukan audit keselamatan kerja di lingkungan PT ASL.

Aktivis menilai, kasus semacam ini bukan kali pertama terjadi di kawasan industri, dan lemahnya pengawasan pemerintah menjadi faktor berulangnya kecelakaan fatal di tempat kerja.

“Setiap kali ada korban, selalu alasan ‘masih fokus ke penanganan’. Tapi publik berhak tahu penyebabnya. Apakah ada pelanggaran K3? Apakah pekerja diasuransikan? Ini bukan hanya tragedi kemanusiaan, tapi juga tanggung jawab hukum,” tegas Wahyu Milsandi, Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah Kepulauan Riau.

Belum Ada Pernyataan Resmi Perusahaan

Pihak manajemen PT ASL hingga kini masih menolak memberikan pernyataan lengkap. Sumber internal hanya menyebut laporan kronologi akan segera disampaikan ke pimpinan dan instansi terkait.

Sementara itu, petugas kepolisian disebut sudah mulai melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan mengamankan sejumlah barang bukti.

Tragedi yang Tak Boleh Dianggap Biasa

Dengan total korban 31 orang dan 10 di antaranya meninggal dunia, tragedi ini menjadi salah satu kecelakaan kerja terbesar di Batam dalam lima tahun terakhir.

Masyarakat kini menunggu transparansi penuh dari PT ASL, termasuk penjelasan resmi tentang penyebab, tanggung jawab perusahaan, dan kompensasi terhadap keluarga korban.

Tragedi ini bukan sekadar kecelakaan, tetapi alarm keras bagi dunia industri di Kepulauan Riau tentang masih rapuhnya sistem keselamatan kerja di tengah laju investasi.