Ulasfakta – Ketua Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah (JPKP) Kota Tanjungpinang, Budi Prasetyo, S.I.P, mengkritisi keras pelaksanaan eksekusi sisa stockpile bijih bauksit yang diluncurkan pada Senin (28/7/2025) di Pelabuhan Moco, Dompak.

Ia menegaskan, daerah penghasil seperti Kepulauan Riau tidak boleh hanya jadi penonton dalam eksploitasi kekayaan alamnya sendiri.

“Kalau negara bisa meraup potensi hingga Rp1,4 triliun dari hasil lelang ini, maka minimal 30 persen harus dikunci untuk masuk ke Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kepri. Jangan cuma pusat yang kenyang, daerah harus juga merasakan,” tegas Budi.

 

Menurut Budi, volume bijih bauksit yang dilelang lebih dari 4,25 juta metrik ton di 14 titik, bukan angka kecil. Ia menyebutkan sejumlah lokasi yang terdampak langsung, mulai dari Pulau Kelong, Pulau Kentar, Dompak Laut, hingga Pulau Malin, yang selama ini tak mendapat timbal balik berarti dari kegiatan serupa.

Pernyataan Budi senada dengan sikap Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, yang dalam peluncuran tersebut secara terbuka meminta agar hasil lelang masuk ke kas daerah.

“Hasil dari sini kalau bisa masuk ke kas daerah lah. Dan bisa juga masuk ke PAD Kepri,” ujar Ansar di hadapan pejabat pusat dan aparat penegak hukum.

Konferensi Pers Peresmian Bijih Bauksit Oleh Pemerintah Daerah serta Jajaran Pemerintah Pusat di Pulau Dompak. (Foto: Ist)

Namun, Budi menekankan bahwa pernyataan gubernur tak cukup jika tidak dibarengi dengan langkah nyata. Ia mendesak Pemprov Kepri untuk mengambil posisi tegas dalam mendorong kejelasan alokasi dana bagi hasil dari lelang bauksit ke dalam struktur resmi PAD.

Tak hanya soal pembagian hasil, JPKP juga mewanti-wanti soal potensi penyimpangan. Mengingat proses ini merupakan eksekusi atas putusan pengadilan dan menyangkut aset negara, Budi menilai transparansi mutlak diperlukan.

Pelelangan harus diawasi secara terbuka dan ketat. Ini uang besar. Kalau tidak diawasi, bukan tak mungkin ada permainan di belakang layar,” tandasnya.

JPKP, lanjut Budi, akan mengawal seluruh proses ini. Ia mengingatkan, sudah terlalu sering kekayaan alam Kepri dieksploitasi tanpa dampak langsung ke masyarakat.

“Jangan sampai ini jadi proyek yang hanya gemerlap di atas kertas. Masyarakat Kepri harus jadi penerima manfaat, bukan hanya korban debu dan kerusakan lingkungan,” ujarnya.

Ia menegaskan, eksekusi stockpile bauksit ini seharusnya menjadi titik balik untuk menata ulang keadilan fiskal antara pusat dan daerah.

“Momentum ini harus digunakan untuk memastikan hak daerah atas sumber daya alamnya sendiri. Kalau Kepri cuma jadi tempat gali, tapi duitnya lari ke pusat semua, itu bentuk ketidakadilan ekonomi,” tutupnya.