Ulasfakta – Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kepulauan Riau mencatat setidaknya tiga kasus dugaan praktik mafia tanah teridentifikasi sejak awal tahun hingga pertengahan 2025. Ketiga kasus tersebut ditemukan di dua wilayah, yakni Kota Batam dan Kota Tanjungpinang.
Kepala BPN Kepri, Nursan Sholichin, mengungkapkan bahwa pihaknya mulai mengidentifikasi indikasi permainan ilegal dalam penguasaan dan penjualan lahan sejak Januari hingga Juni 2025. Ia menyebut bahwa praktik tersebut telah merugikan tata kelola pertanahan yang seharusnya bersih dan transparan.
“Kasus pertama terjadi di Kelurahan Sambau, Kota Batam. Di sana, lahan hutan lindung dijual dalam bentuk kapling siap bangun. Ini pelanggaran serius,” ujarnya, Kamis (19/6/2025).
Modus berbeda ditemukan di wilayah lain, tepatnya di Kelurahan Sukajadi, Batam, di mana oknum diduga memalsukan dokumen fasilitas umum (fasum) untuk kemudian diperjualbelikan secara ilegal.
“Yang ketiga berada di Tanjungpinang, dan ini sedang menjadi sorotan publik karena viral di media sosial,” tambah Nursan tanpa merinci lokasi tepatnya.
BPN Kepri, kata dia, telah berkoordinasi dengan aparat kepolisian untuk menindaklanjuti ketiga kasus tersebut. Ia menegaskan bahwa mafia tanah tidak hanya merugikan negara, tetapi juga masyarakat yang beritikad baik dalam membeli lahan.
Selain mengulas soal mafia lahan, Nursan juga menyinggung keberadaan sejumlah lahan terlantar di Kepri. Ia mengingatkan agar para pemilik sah segera mengurus sertifikat dan memanfaatkan tanah sesuai peruntukannya.
“Jika ada lahan yang tidak memiliki sertifikat, kami tidak bisa melakukan verifikasi. Maka, penting bagi pemiliknya untuk menyertifikasi dan menggunakan lahan sesuai fungsinya,” jelasnya.
Dengan temuan ini, BPN Kepri mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan transaksi jual beli lahan dan selalu mengecek keabsahan dokumen melalui jalur resmi.