Kasus Mafia Tanah di Tanjungpinang Diusut, Pengamat Desak Transparansi Penegakan Hukum

Ulasfakta – Penanganan kasus dugaan jaringan mafia tanah di Tanjungpinang terus bergulir. Kepolisian Resor Kota (Polresta) Tanjungpinang telah menetapkan sejumlah tersangka, namun hingga kini belum seluruh nama diumumkan ke publik. Sikap tertutup aparat ini menuai sorotan berbagai kalangan.

Salah satunya datang dari Ketua Kelompok Diskusi Anti 86 (Kodat86), Ta’in Komari SS, atau yang akrab disapa Cak Ta’in. Ia menilai penegakan hukum dalam kasus ini semestinya dilakukan secara terbuka dan transparan untuk menghindari spekulasi publik.

“Informasi yang beredar simpang siur. Sudah ada tersangka, tapi tidak dibuka ke publik. Kalau disampaikan secara jelas, masyarakat bisa ikut membantu proses penegakan hukum,” ujar Cak Ta’in saat dikonfirmasi pada Jumat, 13 Juni 2025.

Kasus ini diduga berawal dari laporan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menemukan adanya dugaan sertifikat tanah palsu. Dari hasil penyelidikan, polisi mengidentifikasi lima tersangka yang berasal dari beragam latar belakang: mulai dari ketua LSM, oknum wartawan, hingga pelaku pemalsuan dokumen.

Dalam pengungkapan kasus ini, pihak kepolisian juga telah menyita sedikitnya 21 unit mobil yang diduga terkait, dengan total kerugian ditaksir mencapai hampir Rp1 miliar.

Desakan Ungkap Dalang dan Skema Pemalsuan

Menurut Cak Ta’in, publik perlu mengetahui siapa aktor intelektual di balik jaringan mafia tanah ini dan bagaimana praktik pemalsuan itu bisa terjadi hingga menyeret dokumen resmi negara seperti surat tanah dan peta lahan (PL).

“Kalau memang sudah ada SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), tidak ada alasan untuk menyembunyikannya. Kasus ini harus terang-benderang,” tegasnya.

Ia menyebut bahwa mafia tanah tidak mungkin bergerak sendiri. Diperlukan jaringan yang menyusup ke berbagai instansi agar pemalsuan dokumen resmi bisa berjalan mulus.

“Ini bukan seperti kasus pemalsuan STNK. Tanah menyangkut hak atas aset tetap, dan proses legalisasinya panjang. Kalau bisa dipalsukan, berarti sistemnya bocor,” kritiknya.

Tanah Warisan Tak Tergarap Jadi Celah

Cak Ta’in juga mengangkat fenomena penguasaan diam-diam atas tanah milik keluarga yang tidak diketahui ahli warisnya. Banyak kasus, kata dia, tanah yang hanya beralas hak seperti petok D atau surat segel dimanipulasi oleh pihak luar yang memiliki akses ke oknum dalam birokrasi.

“Ini banyak terjadi di Kepri. Kadang keluarganya tidak tahu punya lahan, tiba-tiba sudah dikuasai dan disertifikatkan orang lain,” ungkapnya.

Ia mencontohkan kasus di Kabupaten Karimun, di mana lahan warga sempat dipakai untuk proyek pasar. Proyek mangkrak, namun tanah berubah status menjadi milik perorangan. Mirisnya, meski pengadilan memutuskan pemilik sah adalah warga, sertifikat atas nama orang lain tetap tidak dibatalkan.

“Putusannya ada, tapi tidak ada eksekusi legal. Ini menunjukkan sistem kita rusak,” katanya.

Lebih jauh, Cak Ta’in menegaskan bahwa kasus mafia tanah mencerminkan kebocoran sistemik dalam tata kelola pertanahan nasional. Ia mendorong dilakukan reformasi menyeluruh, terutama pada sinkronisasi antara putusan pidana dan perdata, yang kerap membingungkan masyarakat.

“Banyak warga akhirnya memilih mundur karena prosesnya rumit, mahal, dan tidak pasti. Ini harus diubah. Negara harus hadir,” tegasnya.

Imbauan untuk Masyarakat dan BPN

Sebagai langkah preventif, Cak Ta’in mengimbau masyarakat agar tidak sembarangan membeli tanah. Ia menyarankan warga untuk melakukan pengecekan langsung ke kantor BPN agar bisa membandingkan antara dokumen lama seperti petok dengan sertifikat resmi yang terdaftar.

“Cek langsung ke BPN. Jangan hanya percaya pada surat keterangan RT/RW atau notaris. Kadang beda data bisa jadi petaka,” ujarnya.

Ia juga meminta BPN untuk lebih transparan dan terbuka terhadap akses informasi publik, agar masyarakat tidak merasa dipersulit ketika hendak memastikan keabsahan tanahnya.

“Kalau rakyat saja dipersulit, tapi pengusaha besar bisa main tabrak dengan lobi, itu tandanya ada yang salah dalam sistem,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *