Ulasfakta – Setelah perjuangan panjang yang melibatkan berbagai pihak, puluhan penjaga sekolah di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, akhirnya mendapatkan kesempatan untuk mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Sebelumnya, mereka dinyatakan tidak lulus seleksi administrasi tahap II, memicu gelombang protes yang dimotori oleh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Karimun. Dukungan dari DPRD Karimun dan komunikasi intens dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) akhirnya membuka jalan bagi mereka untuk tetap bertarung dalam seleksi PPPK.
Ketidakadilan Administrasi: Penjaga Sekolah Terancam Gagal Ikut Tes
Masalah ini bermula ketika 57 penjaga sekolah dari total 112 tenaga pendidikan yang tidak lulus administrasi mendapati bahwa jabatan mereka tidak terdaftar secara resmi dalam SK yang dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM).
Wakil Ketua PGRI Karimun, Karta, menegaskan bahwa para penjaga sekolah tersebut telah mengabdi selama belasan tahun sebagai tenaga honorer, bahkan ada yang bekerja hingga 19 tahun.
“Di SK, jabatan penjaga sekolah memang tidak boleh ada. Tapi kan bukan mereka yang membuat SK, melainkan BKD (BKPSDM). Masa kerja mereka ada yang sudah 15, 17, bahkan 19 tahun,” ujar Karta.
Tidak ingin tinggal diam, PGRI mengadukan masalah ini ke DPRD Kabupaten Karimun pada 20 Februari 2025.
DPRD Karimun dan PGRI Berjuang, BKN Beri Lampu Hijau
Anggota DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan, Sulfanow Putra, yang menerima aduan, langsung melakukan sejumlah upaya untuk membantu mereka. Ia berkomunikasi dengan BKPSDM dan bahkan menghubungi Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk mencari solusi.
“Saya mencoba melobi pihak BKN. Kontaknya saya dapat dari orang BKD. Alhamdulillah, upaya ini membuahkan hasil,” kata Putra.
BKN akhirnya menyarankan agar dalam sanggahan, para penjaga sekolah melampirkan:
1.SK pertama mereka sebagai tenaga administrasi.
2.SK terbaru yang dikeluarkan BKD yang menyatakan mereka sebagai penjaga sekolah.
Setelah persyaratan ini dipenuhi, sanggahan mereka diterima, dan mereka berhak mengikuti tes tahap kedua.
“Alhamdulillah, hampir semua penjaga sekolah yang mengajukan sanggahan dinyatakan lulus. Hanya dua orang yang tetap tidak bisa lanjut karena kendala teknis yang memang tidak bisa lagi dibantu,” tambah Putra.
Nasib Honorer dan Harapan Baru di Karimun
Kasus ini menjadi cermin permasalahan tenaga honorer di Indonesia, terutama bagi mereka yang telah lama mengabdi namun kerap mengalami kendala administratif dalam proses seleksi ASN.
PGRI berharap pemerintah lebih transparan dan adil dalam menetapkan kebijakan bagi tenaga honorer. Dengan diterimanya sanggahan ini, para penjaga sekolah di Karimun kini memiliki harapan baru untuk mendapatkan status PPPK, yang selama ini mereka perjuangkan.
Peristiwa ini juga menegaskan pentingnya peran organisasi seperti PGRI dan DPRD dalam memperjuangkan hak-hak tenaga pendidikan yang selama ini kerap terabaikan.