Rusak Laut dan Curi Ikan: Pair Trawl Masih Digunakan Kapal Asing di Laut Natuna

Ulasfakta Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, menyoroti kembali bahaya penggunaan alat tangkap ilegal pair trawl yang hingga kini masih digunakan kapal asing, khususnya dari Vietnam, di perairan Indonesia.

Alat ini tidak hanya merusak habitat laut, tapi juga kerap digunakan dalam praktik pencurian ikan skala besar.

Dalam konferensi pers yang digelar di atas kapal ikan asing yang ditangkap di perairan Laut Natuna Utara, Sabtu (24/5/2025), Pung, yang akrab disapa Ipunk memperlihatkan langsung jenis alat tangkap terlarang tersebut.

“Jaringnya begitu rapat, nyamuk pun bisa tersaring. Bayangkan dampaknya bagi biota laut,” ucap Ipunk sambil memegang jaring pair trawl yang disita dari kapal Vietnam.

Apa Itu Pair Trawl dan Mengapa Dilarang?

Pair trawl adalah metode penangkapan ikan menggunakan jaring besar yang ditarik dua kapal secara bersamaan. Teknik ini bekerja seperti sapu raksasa di dasar laut—mengangkut apa saja yang dilewatinya, mulai dari ikan kecil hingga biota yang dilindungi, termasuk merusak terumbu karang.

“Kerusakan yang ditimbulkan sangat destruktif. Sekali operasi, satu habitat laut bisa hilang,” tegas Ipunk.

Alat ini telah dilarang penggunaannya di seluruh perairan Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No. 2 Tahun 2015 dan Permen KP No. 18 Tahun 2021. Namun pelarangan ini belum menyurutkan kapal asing untuk tetap menggunakannya.

Mengejar Ikan yang Lari ke Indonesia

Indonesia, dengan total terumbu karang seluas lebih dari 50 ribu km², sekitar 18 persen dari total global—adalah salah satu surga bawah laut dunia. Namun ironi terjadi ketika kapal-kapal asing justru datang dan merusaknya.

Kerusakan ekosistem di negara asal mereka, seperti Vietnam, memaksa nelayan asing mencari wilayah tangkapan baru. Banyak dari mereka memasuki perairan Indonesia karena sumber daya ikannya masih melimpah.

Lebih dari Sekadar Perusakan, Mereka Juga Mencuri

Tidak hanya menciptakan kerusakan ekologis, kapal-kapal ini juga melakukan pencurian sumber daya laut. Dalam operasi terbaru di Natuna, aparat hanya berhasil mengamankan 70 kg hasil tangkapan. Sisanya sudah lebih dulu dipindahkan ke kapal lain di perbatasan.

“Seperti kejadian di Biak, mereka sempat mengalihkan 60 ton ikan sebelum tertangkap,” ungkap Ipunk.

Modusnya sistematis, kapal beroperasi berkelompok lalu berpencar saat ada pengejaran, melarikan diri ke wilayah perbatasan yang tidak bisa diintervensi oleh aparat Indonesia karena keterbatasan yurisdiksi.

PSDKP Tidak Akan Mundur

Sepanjang 2025 hingga akhir Mei, PSDKP telah menangkap 11 kapal ikan asing ilegal. Empat di antaranya berasal dari Vietnam.

Di sisi lain, penertiban juga dilakukan terhadap 23 kapal nelayan Indonesia yang kedapatan melanggar aturan.

Dari seluruh operasi tersebut, potensi kerugian negara yang berhasil diselamatkan mencapai lebih dari Rp841 miliar.

“Begitu mereka memasuki perairan kita, itu sudah pelanggaran kedaulatan. Ini bukan cuma tentang hasil laut—ini soal martabat bangsa,” pungkas Ipunk tegas.

Perjuangan Menjaga Laut Masih Panjang

Pemerintah Indonesia terus berupaya menjaga kedaulatan maritim dari ancaman praktik Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF). Namun tantangan masih besar, dari kapal asing yang canggih, celah hukum di perbatasan, hingga keterbatasan armada pengawasan.

Satu hal yang pasti, Indonesia tidak akan berhenti menjaga lautnya. Karena menjaga laut, berarti menjaga masa depan generasi bangsa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *