Ulasfakta – Bank Indonesia (BI) Kepulauan Riau memperkirakan kebutuhan uang kartal selama Ramadan dan Idulfitri 2025 mencapai Rp2,3 triliun, meningkat 9,5 persen dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini menimbulkan pertanyaan: apakah ini mencerminkan pertumbuhan ekonomi, atau justru menunjukkan pola konsumsi masyarakat yang semakin tinggi menjelang hari raya?
Secara nasional, kebutuhan uang tunai diproyeksikan mencapai Rp180,9 triliun, didorong oleh penarikan perbankan, asumsi makroekonomi, dan meningkatnya mobilitas saat mudik. Untuk mengantisipasi lonjakan ini, BI meluncurkan program Semarak Rupiah Ramadan dan Berkah Idulfitri (SERAMBI) 2025, dengan berbagai layanan penukaran uang di Kepri.
Namun, di balik fenomena ini, ada kekhawatiran terkait kebiasaan masyarakat yang lebih memilih uang tunai untuk transaksi lebaran, meskipun era digitalisasi keuangan terus berkembang. Apakah lonjakan ini disebabkan oleh kebutuhan transaksi tunai yang masih dominan, atau ada faktor lain seperti kurangnya literasi keuangan digital di daerah tertentu?
BI Kepri sendiri mendorong masyarakat untuk menukarkan uang di tempat resmi guna menghindari risiko uang palsu dan memastikan kelancaran distribusi. Namun, yang lebih penting, program ini juga bisa menjadi momentum untuk meningkatkan edukasi penggunaan transaksi non-tunai agar ekonomi digital semakin berkembang di Kepri.
Jika pola konsumsi masyarakat terus meningkat setiap tahun, apakah ini berarti pertumbuhan ekonomi daerah semakin baik? Atau justru menunjukkan tren konsumtif yang perlu dikendalikan? Ramadan dan Idulfitri memang menjadi puncak aktivitas ekonomi, tetapi kesadaran akan pengelolaan keuangan juga perlu ditingkatkan agar peningkatan kebutuhan uang kartal tidak hanya berujung pada konsumsi berlebih.